Arsip

Archive for Juni, 2010

Format SPT Masa PPN Perlu Diganti

11 Juni 2010 8 komentar

SPT (Surat Pemberitahuan) Masa PPN merupakan sarana bagi PKP (Pengusaha Kena Pajak) untuk melaporkan PPN yang terutang. Sebenarnya, yang lebih utama dari sebuah formulir SPT adalah esensi dari materi yang diamanatkan dalam Undang-Undang, serta peraturan di bawahnya yang secara riil berlaku pada saat itu.

Ternyata formulir SPT Masa PPN masih tetap seperti yang dulu (menggunakan Formulir SPT Masa PPN 1107) padahal secara materi sebenarnya sudah berubah berdasarkan ketentuan yang mengaturnya. Perubahan baru yang mendasar terkait dengan SPT yang tiak akurat lagi adalah:

1. Faktur Pajak Sederhana sudah Tidak ada Lagi

Di dalam ketentuan penjelasan UU PPN 1984 perubahan terakhir (tahun 2009) sekarang hanya dikenal dua jenis faktur pajak yaitu Faktur pajak dan Dokumen Tertentu yang dipersamakan sebagai faktur Pajak. Peraturan Dirjen Pajak mengenai Faktur pajak yaitu PER-13/PJ./2010 yang berlaku mulai 1 April 2010 juga mengatur hal yang demikian.

Dengan demikian, keberadaan Faktur Pajak sederhana dalam SPT Masa PPN mulai 1 April 2010 sudah tidak diperlukan lagi. Mungkin sebagai gantinya, seharusnya pada 1107-I Bagian B Romawi III disediakan kolom/baris untuk Daftar Pajak Keluaran yang Faktur Pajaknya tidak lengkap.

2. Ekspor Dibedakan atas Ekspor: BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud, JKP

Sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1) huruf f, g, dan h UU PPN 1984, termasuk dalam objek PPN adalah Ekspor:

Huruf f: Ekspor BKP Berwujud

Huruf g: Ekspor BKP Tidak Berwujud

Huruf h: Ekspor JKP (Jasa Kena Pajak)

Akan tetapi, dalam SPT Masa PPN pada bagian Formulir 1107-I bagian A yang sekarang berlaku, hanya terdapat tabel untuk melaporkan Ekspor Barang Kena Pajak. Lantas bagaimanakah dengan ekspor BKP Tidak Berwujud dan Ekspor JKP? Di sinilah letak ketidaksesuaian yang ada menurut pandangan saya, dan di sini juga WP berpotensi untuk tidak melaporkan penyerahan BKP/JKP yang dilakukannya.

3. Penggunaan Berbagai Norma Mungkin Lebih dari Satu

Wajib pajak yang berstatus sebagai PKP dan melaporkan SPT Masa PPN mungkin saja melakukan kegiatan usaha yang mana berbagai usahanya tersebut masing-masing dihitung dengan norma terhadap Pajak Keluarannya. Padahal, di dalam formulir 1107-II pada bagian I.2 (Norma Penghitungan Pajak Masukan) hanya terdapat masing-masing satu baris untuk JKP dan BKP.

Contoh: Mungkin saja PKP melakukan kegiatan usaha sebagai berikut

a. Usaha Jual beli kendaraan bermotor bekas yang PM nya dihitung dengan norma 90% dari Pajak Keluaran.

b. Usaha Lainnya (penyerahannya BKP) tetapi masih dalam peredaran usaha sampai dengan Rp 1,8 M sehingga PM dihiting dengan norma 70% dari Pajak Keluarannya.

Maka si PKp itu pun butuh bukan hanya satu baris untuk melaporkan penghitungan pajak masukan.

Demikianlah adanya, SPT Masa yang sekiranya tidak sesuai lagi dapat diubah oleh instansi yang berwenang.